Cerita Pahlawan dari Palembang yang Hidup Kembali di Mata Uang Sepuluh Ribu

Cerita Pahlawan dari Palembang yang Hidup Kembali di Mata Uang Sepuluh Ribu
Sultan Mahmud Badaruddin II © keratonpalembang

Siapa orang Palembang yang tak tahu dengan nama Sultan Mahmud Badaruddin II? Pastinya kawan pena srivijaya sangat familiar dengan nama tersebut bukan? Nama tersebut tentunya tak asing didengar apalagi setelah ditetapkan menjadi nama bandara di Palembang. Usut punya usut, pada tahun 2013, Bandara SMB II ini sempat diberikan penghargaan sebagai bandara tersehat di Indonesia loh oleh Kementerian Kesehatan RI!

Kembali lagi ke Sultan Mahmud Badaruddin II, nyatanya setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh, kekaisaran pada Sumatera Selatan khusunya Palembang tak sampai disitu saja, pada tahun  1675-1825 M diketahui terdapat kesultanan Palembang Darussalam  yang meliputi wilayah Lampung Utara hingga Krui, Pulau Bangka dan eks Keresidenan Palembang. Dalam kesultanan tersebut terdapat beberapa sultan yang memerintah, dan yang paling terkenal adalah Sultan Mahmud Bdaruddin II. Sultan ke-8 Palembang Darussalam ini memimpin selama dua periode, yakni pada tahun 1803-1813 dan 1818-1821.

Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan seorang yang tegas dan sering membela kerajannya agar tidak diperbudak oleh bangsa asing. Apalagi di daerah Palembang dan sekitarnya cukup kaya dengan timah. Sultan yang bernama asli Raden Hasan Pangeran Ratu dan lahir di Palembang pada tahun 1767 ini nyatanya sangat cukup disegani oleh bangsa asing terutama saat Sultan Mahmud Badaruddin II menolak dengan tegas surat dari Sir Thomas Stamford Raffles untuk ikut campur dalam perselisihan Inggris dengan Belanda. Dalam mempertahankan kesultanan Palembang Darussalam tersebut.

Gambar terkait
Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang © AirMagz

Peristiwa Sungai Loji Aur (1811)

Belanda yang sudah sejak awal membangun Loji (kantor dagang) di Palembang tepatnya di Sungai Aur (10 ulu) akhirnya diusir oleh Sultan Mahmud Badaruddin II. Belanda menolak dan melakukan perlawanan massal hingga terjadi pembunuhan di muara Sungsang. Peristiwa ini dikenal dengan “penyembelihan massal” (Palembang Massacre). Dalam hal ini Belanda menuduhSir Thomas Stamford Raffles yang telah menghasut Sultan Mahmud Badaruddin II untuk mengusir Belanda. Seminggu setelah pengusiran Belanda dari loji sungai Aur, loji tersebut dibakar habis serta dibongkar sampai fondasinya.

Penyerbuan Inggris ke Palembang tahun 1812
Setelah Belanda pergi, Kesultanan Palembang Darussalam sempat bekerjasama dengan Inggris. Tetapi hal tersebut tidak berjalan lama, Sir Thomas Stamford Raffles mengirim sebuah ekspedisi militer di bawah Mayor Jendral Gillespie dari Batavia tanggal 20 Maret 1812 untuk menyerang kesultanan Palembang Darussalam. Ekspedisi tersebut berhasil melumpuhkan Palembang dan Sultan Mahmud BAdaruddin II pun menyingkir ke pedalaman. Setahun kemudian Sultan Mahmud BAdaruddin II berhasil kembali ke Palembang dengan Perjanjian Muara Rawas yang dibuat pada 29 Juni 1813, perjanjian ini menyatakan Sultan Mahmud Badaruddin II dapat kembali ke Palembang dengan imbalan 200.000 dollar kepada pemerintah Inggris. Tanggal 13 Juli 1813 Sultan Mahmud Badaruddin II kembali ke Palembang dan kembali menjadi sultan yang hanya bertahan sebulan dikarenakan ia dipecat oleh komisi yang dikirimkan oleh Raffles.

Saat Belanda kembali ke Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin II kembali menjabat sebagai sultan. Setelah ia menjabat terdapat pula Perang I, II dan III di Palembang yang pada akhirnya membuat Sultan Mahmud Badaruddin menyerah. Dengan pertimbangan agar tidak terjadi pertempuran yang sangat dahsyat, yang akan mengorbankan seluruh rakyatnya dan keluarganya. Ia pun menunjukkan kebijaksanaanya yaitu menyerahkan kekuasaan Sultan kepada kemenakannya yaitu Prabu Anom putra saudaranya Husin Dhiauddin, menjadi Sultan Ahmad Najamuddin IV pada tanggal 29 Juni 1821. Akhirnya pada tanggal 13 Juli 1821, Sultan Mahmud Badaruddin II beserta sebagian keluarganya menaiki kapal Dageraad dengan tujuan Batavia. Dari Batavia (sekarang Jakarta), Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarganya diasingkan ke Pulau Ternate sampai ia meninggal pada 26 September 1852.

Karena jasanya yang terus mempertahankan Palembang dari penjajah, Sultan Mahmud Badaruddin II dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 63/TK/1984 di Jakarta (Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II), tertanggal 29 Oktober 1984. Tak hanya diabadikan sebagai nama bandara Internasional di Palembang, sosok Sultan Mahmud Badaruddin II diabadikan pula pada mata uang rupiah pecahan 10.000 yang dikeluarkan oleh bank Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2005.

Sultan Mahmud Badaruddin II di Mata Uang 10.000 © Leftover Currency


Sumber: pahlawanindonesia.com | sejarah-indonesia-lengkap.blogspot.co.id | wartasejarah | izaybiografi.com

Pilih Bangga Bangga 59%
Pilih Sedih Sedih 4%
Pilih Senang Senang 22%
Pilih Tak Peduli Tak Peduli 0%
Pilih Terinspirasi Terinspirasi 4%
Pilih Terpukau Terpukau 11%

Bagaimana menurutmu kawan?

Berikan komentarmu