Sebagai tindak lanjut dari program kerja safari subuhnya di periode sebelumnya, walikota Palembang, H. Harnojoyo dan Wakil Walikota Palembang, Fitrianti Agustinda resmi meneken sebuah Peraturan Walikota (Perwali) baru pada 18 September lalu. Perwali tersebut menyatakan bahwa jika 1.600 pejabat muslim di Lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang tidak melaksanakan salat subuh berjamaah di masjid, maka jabatan yang bersangkutan akan ditarik. Harnojoyo memaparkan perwali baru tersebut di hadapan 1.600 pejabat Pemkot Palembang di Balai Kota Palembang.
“Perwali ini sifatnya wajib”, katanya usai penandatanganan pada 18 September lalu. Harnojoyo juga mengatakan dirinya akan tetap rutin melakukan kunjungan atau safari subuh setiap harinya ke masjid dan musholah di 107 kelurahan secara bergilir dan mewajibkan pejabat wilayah sekitar masjid tersebut untuk hadir di masjid saat ia mengunjungi masjid atau musholah tersebut.
“Perintah Perwali adalah untuk pejabat, artinya kalau pejabat tidak salat subuh, berarti dia sudah tidak mau lagi menjadi pejabat”, ujarnya, dilansir dari detik.com. “Kalau pejabat tidak melaksanakan salat subuh, yang Islam tentu, berarti dia tidak mau jadi pejabat, ya sudah (copot). Kami ada 16 ribu pegawai atau 10 persen dari jumlah itu pejabat utama”, tukas Harnojoyo.
Perwali Nomor 69 Tahun 2018 tentang gerakan salat subuh berjemaah disebut sebagai wujud nyata safari salat subuh. Gerakan ini telah digagas Harnojoyo sejak 3 tahun lalu saat menjabat walikota di periode pertamanya.
“Palembang ini ada 107 kelurahan, saya sudah safari dari 3 tahun lalu dan dapat menyerap aspirasi masyarakat. Banyak manfaat, kita juga harus memakmurkan masjid sebagai wujud Kota Palembang Darussalam yang islami”, pungkasnya.
Secara terpisah, Kabag Humas Pemkot Palembang Amiruddin Sandi menyebut bahwa para pejabat juga diharapkan nantinya jdapat mengajak pegawai dan stafnya untuk memakmurkan masjid.
“Terkait teknis pelaksanaan dan sanksi bagi pejabat yang tak ikut salat subuh, mungkin kewenangan ada di BKPSDM. Mereka yang langsung mengawasinya,kata Amir, dikutip dari detik.com.
Menuai Berbagai Respon
Penandatanganan Perwali No. 69 tahun 2018 tersebut menuai respon yang berbeda-beda dari berbagai pihak. Ahli birokrasi dan Guru Besar Administrasi Negara Universitas Islam Malang, Mas’ud Said mengatakan, dirinya baru pertama kalinya mendengar tentang peraturan yang melibatkan agama untuk mendisiplinkan pegawai, dalam terminologi pengembangan birokrasi.
“Mereka kehilangan cara, atau mencari cara baru, bagaimana para pejabat ini tak hanya absensi duduk dan melaporkan hal-hal yang tak pernah dilakukan,” kata Mas’ud Said, dikutip dari BBC News Indonesia, 20 September lalu.
Dari pandangan Mas’ud, kemungkinan peraturan tersebut lahir sebagai terobosan untuk mengembangkan sumber daya manusia, dengan menggunakan pendekatan agama. Namun menurutnya, pendekatan seperti itu kurang tepat.
Di sisi lain, peneliti Setara Institute, Ismail Hasani, menyebut aturan itu bukan domain pemerintah. Mendisiplinkan pegawai untuk salat bukanlah domain kerja bupati, gubernur bahkan presiden.
“Dalam berbagai macam peraturan terkait kepegawaian, elemen kepatuhan seorang pegawai dengan Tuhannya, entah ke masjid atau ke gereja, dan yang lainnya bukan variabel penilaian seorang PNS. Ini langkah keliru yang ditempuh”, ujar Ismail Hasani, dinlansir dari BBC News Indonesia (20/09). Ismail menilai, langkah Pemerintah Kota Palembang ini keliru.
Lain halnya dengan Majelis Ulama Indonesia. MUI di Palembang mendukung penuh gerakan salat subuh berjamaah dan diwajibkan kepada pejabat utama. “Kewajiban salat itu bukan dari Pak Walikota Harnojoyo. Kewajiban itu dari Allah. Jadi Pak Wali ini hanya merealisasikan saja dalam aturan di Pemerintahan Kota Palembang”, ujar Ketua MUI Palembang, Saim Marhadan, dilansir dari news.detik.com (19/09).
“Apalagi kalau walikota (sholat) di masjid, kan nggak mungkin kepala dinas tak hadir. Meskipun nggak harus sama satu masjid, setidaknya telah memakmurkan masjid dekat rumah”, tambah Saim.
Saim juga berharap peraturan yang dikeluarkan tersebut selaras dengan program pemerintah, baik dalam kebijakan atau keputusan terkait kesejahteraan warga.
“Harus sejalan dengan program lainnya, jangan hanya salat berjamaah saja tapi program lain tidak sejalan. Istilahnya ya pemimpin itu memberi contoh dululah, baru yang lain pasti ikut”, tutupnya.
Alasan utama pemerintah Kota Palembang menjalankan peraturan wajib ini adalah untuk menyerap aspirasi masyarakat, namun ketua BKPSDM, Ratu Dewa juga memaparkan tujuan lainnya.
“Ini terkait dengan visi misi wali kota Palembang sebagai Palembang Emas Darussalam, kita kedepankan sisi religius, baik masyarakat dan para penyelenggara pemerintahan”, ungkap Ratu.
(Sumber : bbcnews; detik.com; tribunnews.com)