Jika waktu bisa sedikit lebih lama, tentu aku akan hanyut lebih jauh bersama arus air yang kini menyapa punggung kaki,
aku bisa mengudara lebih tinggi bersama angin yang sejak tadi menggelitik rambut, dan membuat mata meneriakkan kantuk,
aku bisa menghijau bersama ranting-ranting pohon,
atau menjadi salah satu batu-batu pijakan di jalan setapak, kalau aku mau.
Tetapi waktu hampir tidak pernah terlambat.
Dan kata ‘jika’ di awal puisi ini semakin menegaskan bahwa waktu selalu hadir, tanpa pernah ijin. Lengan kita hanya sepanjang kata ‘jika’.