Benny Arnas yang Mempopulerkan Lubuklinggau Lewat Prosa

Penggemar sejati sastra tanah air tentu tak asing lagi dengan nama Benny Arnas. Dua tahun lalu, ia menuntaskan cerbung (cerita bersambung) berjudul “Tanjungluka” yang ia

Sunny H

Penggemar sejati sastra tanah air tentu tak asing lagi dengan nama Benny Arnas. Dua tahun lalu, ia menuntaskan cerbung (cerita bersambung) berjudul “Tanjungluka” yang ia tulis untuk Harian Sumatera Ekspres. Tanjungluka sendiri bukan produk pertama sastrawan muda tersebut. Benny Arnas sudah menelurkan puluhan, jika bukan ratusan karya berupa cerpen dan novel.

Benny Arnas. Sumber gambar : temusastrawannusantara.blogspot.com
Benny Arnas lahir di Lubuklinggau, Sumatera Selatan pada 8 Mei 1983. Lelaki berusia 34 tahun tersebut mulai aktif menulis sastra pada tahun 2008. Pada penghujung tahun tersebut, cerpen pertamanya yang bertajuk “Dua Beranak Temurun” dimuat di Harian Kompas. Benny tak berhenti disitu. Ia terus aktif menjadi penulis lepas dan merambah berbagai media cetak, seperti Tempo, Jawa Pos, Republika, Horison, Media Indonesia dan lain sebagainya. Benny sendiri pernah tergabung dalam kepengurusan Forum Lingkar Pena (FLP) Lubuklinggau, Sumatera Selatan.

Penghargaan pertamanya dalam dunia mengarang diperolehnya melalui sebuah esai berjudul Kerlip Cahaya dari Lereng Siguntang (2008). Lewat keryanya tersebut, benny sukses menyabet penghargaan “Esais Terbaik Sumatera Selatan”. Lewat cerpennya Tentang Perempuan Tua dari Kampung Bukit Batu yang Mengambil Uang Getah Para dengan Mengendarai Kereta Unta Sejauh Puluhan Kilometer ke Pasar Kecamatan (2009) ia memperoleh “Hadiah Sastra Pat Petulai” dari media di Bengkulu. Tulisan lain Benny berjudul Sebelas Potong Cerita Neknang (2009) dipilih oleh Lingkar Pena Publishing House dan Mizan sebagai Cerita Inspiratif Terbaik Indonesia. Puncaknya, Gubernur Sumatera Selatan menganugerahinya penghargaan Anugerah Kesenian Batanghari Sembilan pada tahun 2009 atas ketekunan dan dedikasinya dalam bidang sastra.

Keunggulan prosa Benny Arnas terdapat pada diksinya yang kaya dan tutur bahasanya yang seolah bercerita langsung pada pembaca. Tulisannya bak hikayat melayu. Selain karena berbagai latar dan istilah khas daerah Sumatera yang sering ia selipkan, Benny tak jarang juga menyampaikan kritik sosial yang bukan hanya mengena pada objek yang dikritik, namun juga elegan bagi yang membaca. Ciri khas lainnya adalah ketidakraguannya untuk mengangkat Lubuklinggau, kampung halamannya, sebagai latar utama cerita. Detil-detil yang ia sorot dalam racikan kalimatnya mampu menarik minat banyak pembacanya untuk melihat langsung seperti apa kota kelahiran penulis tersebut, mirip-mirip dengan karisma tulisan Andrea Hirata.

Cerpennya Taman Pohon Ibu (2010) beroleh Hadiah Sastra Krakatau, disusul dua cerpen lainnya yang berjudul Jackarta de Marselamah (2011) dan Palung Bunga (2011) yang menjadi cerpen pilihan Jakarta International Literary Festival. Seolah tak peduli dengan penghargaan, Benny Arnas tak berhenti berkarya. Pada 2012, cerpennya yang berjudul Air Akar dinobatkan sebagai Karya Fiksi Terbaik Tulis Nusantara oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif setelah menyingkirkan lebih dari 13.000 naskah.

Selain mengobrak-abrik dunia percerpenan, Benny Arnas juga ‘menjatuhkan bom’ di pasar buku. Bulan Celurit Api-nya mendapatkan Anugerah Pena sebagai Kumpulan Cerpen Terpuji pada 2013, disusul penobatan Jawa Pos pada dirinya sebagai Tokoh Muda Sastra Indonesia pada tahun yang sama. Kumpulan cerpennya Cinta Tak Pernah Tua dan Tanjung Luka menjadi nominasi Kusala Sastra Khatulistiwa 2015 dan 2016 kategori prosa. Lewat novelnya, Curriculum Vitae, ia juga memperoleh penghargaan Pemenang Unggulan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016. Produktivitas Benny Arnas juga membawanya menjejaki Benua Kangguru, Australia lewat Artist Creative Course (2015), Uni Emirat Arab dalam Cultural Trip to the Creators (2015), dan terakhir Selandia Baru lewat program Cultural Activist (2016).

Hingga saat ini, Benny Arnas telah menelurkan puluhan cerpen dan 18 novel, seperti Cinta Tak Pernah Tua (2014), Cinta Paling Setia (2015) dam yang terbaru adalah Kepunan (2016).

(Sumber: bukabuku.com; bennyinstitute.com)

Tags

Related Post

Leave a Comment

Ads - Before Footer