Serba-serbi Seputar Iktikaf, Ibadah Spesial di Penghujung Ramadan

Serba-serbi Seputar Iktikaf, Ibadah Spesial di Penghujung Ramadan
Masjid Nabawi © voa-islam.com

Menjelang akhir Bulan Ramadan, jenis aktivitas umat muslim menjadi semakin terbagi-bagi. Sebagian umat muslim jadwalnya akan dipadati dengan buka bersama rekan dan teman lama, sebagian akan mulai sibuk menata persiapan menyambut Idul Fitri, sementara sebagian kecil yang lain akan merapatkan diri ke masjid dan memperintens ibadah kepada Yang Khalik. Khusus bagi kelompok yang terakhir, ‘iktikaf’ adalah sebuah istilah yang populer.

Iktikaf adalah ibadah yang sering dilakukan Rasulullah Muhammad dan para sahabatnya pada masa lampau, khususnya pada setiap 10 hari terakhir Bulan Ramadan. Seorang muslim yang melakukan iktikaf akan berdiam diri dan bermukim di dalam masjid, melakukan berbagai jenis ibadah seperti berzikir dan membaca Alquran serta tidak meninggalkan masjid tersebut hingga beberapa waktu yang ditentukan.

Iktikaf bukan merupakan ibadah wajib, sehingga tidak semua orang harus melakukannya. Namun di era dimana agama menjelma menjadi pola hidup manusia, iktikaf adalah salah satu pilihan ibadah favorit bagi muslim di masa kini, terutama karena sekarang ada banyak masjid yang memfasilitasi umat muslim untuk beriktikaf di 10 hari terakhir Bulan Ramadan.

Lantas apa saja yang wajib diketahui seorang muslim agar dapat beriktikaf dengan baik dan benar? Tim Srivijaya.id kali ini merangkum beberapa informasi bermanfaat seputar iktikaf.

Harus Diawali dengan Niat

Ilustrasi seseorang yang beriktikaf © al-hujjah.com

Pengertian iktikaf secara bahasa berarti berdiam diri dan menetap di dalam sesuatu. Sedangkan secara syar’i, iktikaf berarti berdiam diri atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pada dasarnya iktikaf bisa dilakukan kapan pun, bahkan luar Bulan Ramadhan.

Niat adalah perkara yang penting dalam beribadah, karena nilai semua amalan digantungkan pada niat pengerjaannya. Seseorang yang mengunjungi masjid untuk sholat fardhu lalu berdiam diri di masjid beberapa lama setelahnya dengan diiringi niat iktikaf, sudah dapat dikategorikan sebagai seseorang yang beriktikaf. Hal tersebut beranjak dari pendapat Imam  Syafi’i yang menyatakan bahwa  iktikaf berarti berdiam diri di dalam masjid dengan melaksanakan amalan-amalan tertentu dengan niat karena Allah Ta’ala.

Intinya, seseorang dinyatakan beriktikaf jika ia berniat iktikaf dan berdiam diri di dalam masjid.

Masjid yang Bisa Dijadikan Tempat Iktikaf

Masjid Aqobah I Pusri © foursquare.com

Iktikaf harus dilakukan di dalam masjid. Namun apakah semua masjid dapat dijadikan  tempat iktikaf?

Menurut Imam Malik, iktikaf boleh dilakukan di masjid mana saja yang biasa digunakan sebagai tempat sholat lima waktu, sedangkan menurut Imam Syafi’i, iktikaf harus dilakukan di masjid jamik atau masjid yang biasa digunakan untuk sholat Jumat. Dengan melakukan iktikaf di masjid yang melaksanakan sholat lima waktu, maka jamaah laki-laki tidak harus keluar masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah yang diwajibkan baginya. Selanjutnya apabila masjid tempat iktikaf juga melakukan sholat Jumat, maka akan lebih baik lagi karena jamaah bisa sekalian melakukan sholat Jumat di masjid tersebut.

Di Palembang, terdapat banyak masjid jamik yang memfasilitasi umat muslim untuk beriktikaf, khususnya di Bulan Ramadan, antara lain seperti Masjid Agung Palembang, Masjid Ar-Ra’iyah serta Masjid Al-Aqobah Pusri.

Iktikaf Harus Diisi dengan Ibadah

Ilustrasi ibadah iktikaf © nu.or.id

Selama melaksanakan iktikaf, seorang muslim hendaknya mengisi waktunya dengan melakukan ibadah-ibadah seperti sholat sunah, tadarrus Alquran, mendengarkan kajian dan berzikir, karena esensi dari beriktikaf sendiri adalah mendekatkan diri kepada Ilahi. Meski demikian, seorang muslim tidak serta-merta dilarang mengerjakan aktivitas-aktivitas yang bersifat fitrah, seperti tidur, makan dan minum (di luar bulan Ramadan), selagi tidak berlebihan dan tidak merusak nilai ibadah iktikaf yang dilakukan.

Tidak Terdapat Batasan Waktu

Apakah orang yang hanya sekedar lewat didalam masjid bisa dikatakan iktikaf atau harus dilakukan dalam waktu seharian penuh? Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai batas minimal melakukan iktikaf. Namun menurut pendapat mayoritas ulama, disepakati bahwa tidak ada batasan waktu minimal atau maksimal untuk beriktikaf, yang artinya iktikaf boleh dilakukan sesaat di malam hari atau siang hari. Dengan demikian, iktikaf boleh dilakukan walaupun hanya sekedar duduk sebentar saja di dalam masjid asalkan diiringi dengan niat beriktikaf.

Wanita Diperbolehkan Melakukan Iktikaf

Ilustrasi perempuan yang beriktikaf © eramuslim.com

Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a mengatakan bahwa istri-istri nabi melakukan iktikaf setelah kepergian Rasulullah Muhammad Saw. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa wanita boleh melakukan iktikaf di masjid seperti yang dicontohkan oleh istri-istri beliau.

Tata cara i’tikaf di masjid bagi perempuan adalah sama seperti tata cara iktikaf di masjid bagi laki-laki, hanya saja tidak boleh melakukan iktikaf ketika sedang haid atau nifas.

Hal-hal yang Membatalkan Iktikaf

Beberapa hal yang dapat membatalkan ibadah iktikaf antara lain adalah :

  1. Iktikaf akan batal karena murtad, sebab iktikaf merupakan salah satu bentuk ibadah yang dilakukan muslim saja, sehingga nilai ibadah seseorang akan hilang jika ia tidak lagi beriman.
  2. Keluar dari masjid tanpa kepentingan yang mendesak dan tanpa alasan yang syar’i.
  3. Melakukan hubungan suami-istri (jima’). Adapun bercumbu menurut beberapa ulama bisa tidak membatalkan jika tanpa disertai nafsu. Jika hanya sekedar bertemu dan berbicara tidak membatalkan iktikaf. Rasulullah pernah disisiri rambutnya oleh Aisyah ketika sedang iktikaf.
  4. Haid bagi perempuan. Hal tersebut berkenaan dengan dalil yang melarang seorang perempuan yang tengah haid berlama-lama berada di dalam masjid tanpa keperluan yang mendesak.

Tata Cara Beriktikaf Ala Rasulullah

Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, “Apabila telah masuk hari kesepuluh, yakni sepuluh hari terakhir dari Bulan Ramadhan, Rasulullah Saw. mengencangkan kain sarungnya dan menghidupkan malam-malam tersebut serta membangunkan istri-istrinya.” (Muttafaq Alaihi)

Di dalam hadits tersebut Aisyah menjelaskan bahwa Rasulullah pada malam iktikaf melakukan beberapa hal yaitu :

  1. Mengencangkan kain sarungnya yang dimaknai bahwa Rasul tekun beribadah, mencurahkan waktunya dan bersungguh-sungguh di dalamya. Ada yang berpendapat, yang dimaksud dengannya ialah menjauhi wanita untuk menyibukkan diri dengan ibadah.
  2. Menghidupkan malamnya, yang berarti menghidupkan seluruh malam dengan begadang untuk melakukan shalat malam dan ibadah lainnya.
  3. Membangunkan keluarganya, yakni membangunkan mereka dari tidur untuk beribadah. Diriwayatkan dari Aisyah r.a., ia berkata, ”Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamingin melakukan iktikaf, beliau mengerjakan shalat Shubuh, baru kemudian masuk ke tempat iktikafnya. (Muttafaq Alaihi). Penggunaan istilah ‘Shalat Shubuh’ yakni pada pagi hari tanggal 21 Ramadhan.

(Sumber : informazone.com; republika.co.id; suaramuslim.net)

Pilih Bangga Bangga 0%
Pilih Sedih Sedih 0%
Pilih Senang Senang 0%
Pilih Tak Peduli Tak Peduli 0%
Pilih Terinspirasi Terinspirasi 0%
Pilih Terpukau Terpukau 0%

Bagaimana menurutmu kawan?

Berikan komentarmu