Mengenang Sosok Pahlawan Akmal, Patriot Kemerdekaan Asal Ranau

Mengenang Sosok Pahlawan Akmal, Patriot Kemerdekaan Asal Ranau
Tugu Monpera Ranau, tempat patung Pahlawan Akmal dan rekan-rekan seperjuangannya didirikan © youtube.com

Sebuah monumen bertuliskan ‘Monpera’ berdiri kokoh di Kelurahan Simpang Sender, Kecamatan Buay Pematang Ribu Ranau Tengah, Kabupaten OKU Selatan. Beberapa patung dan relief tampak menghiasi monumen tersebut. Salah satu patung nampak mengenakan sorban dan jubah putih. Bagi warga OKU dan OKU Selatan, sosok tersebut adalah Pahlawan Akmal, seorang pahlawan perang asal Ranau yang namanya tidak terpisahkan dari sejarah OKU dan OKU Selatan. Lebih dari 70 tahun lalu di tempat monumen tersebut didirikan, Pahlawan Akmal dan rekan-rekannya mencatatkan nama mereka dalam sejarah.

Usaha Jepang Menduduki Ranau

Pasca kekalahan sekutu pada masa awal Perang Dunia II, Jepang mulai melakukan invasi militer ke wilayah-wilayah eks-jajahan sekutu. Salah satu wilayah yang dijajal Jepang adalah Sumbagsel. Pasukan Dai Nippon ke-25 memasuki Sumsel (dulu masih Sumbagsel) melalui Jalur Liwa, dan menjadikan Bukit Tinggi sebagai pusat konsentrasi militer mereka.

Dalam perjalanannya memasuki Sumsel, Jepang sempat tertarik untuk menduduki Ranau. Hal tersebut tak lain karena kekayaan alam yang dimiliki Ranau dan wilayah sekitarnya, mulai dari perkebunan teh di wilayah Ranau, perkebunan kopi di Desa Sipatuhu serta tembakau di tepian Danau Ranau dan Gunung Raya.

Namun hal tersebut tidak terlaksana dengan mulus karena perlawanan sengit yang digelorakan masyarakat setempat. Di antara nama-nama para pejuang yang menolak pendudukan Jepang, nama Pahlawan Akmal tampil sebagai nama yang paling dominan. Warga Ranau mengingatnya karena keberanian, kecerdasan dan konon, kesaktian yang ia miliki.

Foto Pahlawan Akmal © ISTIMEWA

Pahlawan Akmal sendiri adalah pemuda kelahiran Desa Pagar Dewa, yang saat ini dikenal dengan nama Kecamatan Warkuk Ranau Selatan. Pahlawan Akmal merupakan tokoh terpelajar. Pada masa penjajahan Belanda, ia mengenyam pendidikan di sekolah Al-Azhar Batavia, satu angkatan dengan tokoh-tokoh nasional seperti H.O.S. Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim. Ia bahkan diketahui menjalin pertemanan dengan Ir. Soekarno dan Ki Hadjar Dewantara, terbukti dari beberapa dokumentasi sejarah yang masih ada hingga saat ini, dimana mereka semua tampak dalam satu foto yang sama. Selain terpelajar, Pahlawan Akmal juga terjun ke dalam politik praktis. Ia merupakan salah satu pendiri Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) wilayah Sumbagsel.

Sepulang dari pendidikannya di Batavia, Pahlawan Akmal mendirikan madrasah di kampung halamannya, Pagar Dewa, yang pada masa itu muncul untuk memeratakan pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Tak lama setelahnya, penjajah Jepang mulai merangsek masuk ke wilayah Ranau dan hendak menduduki paksa wilayah tersebut. Pahlawan Akmal turun menjadi orang pertama yang menolak kehadiran Jepang di Ranau. Ia pun membentuk pasukan sipil yang dinamai ‘Lasykar Hisbullah’, dan mendorong Jepang untuk menyingkir dari Ranau dan sekitarnya.

Peristiwa Gu

nung Pasir

Tindakan berani Pahlawan Akmal secara instan menjadikannya musuh bebuyutan tentara Dai Nippon. Ia dibantu dengan warga setempat dan siswa-siswa madrasahnya, kerap melakukan penyerangan bersenjata terhadap Dai Nippon. Puncak perlawanannya terjadi di sebuah perbukitan di antara Ranau dan Liwa. Lasykar Hisbullah yang dipimpin Pahlawan Akmal menghadang dan menyerang satu pleton pasukan Jepang yang hendak menuju Ranau. Pertempuran yang di kemudian hari dinamakan Peristiwa Gunung Pasir tersebut berlangsung sengit. Dari satu pleton tentara Jepang, konon hanya dua prajurit yang selamat.

Peristiwa Gunung Pasir terang saja membuat Jepang berang. Pahlawan Akmal menjadi buronan nomor satu di wilayah Ranau. Jepang pun memberi sebuah ultimatum kepada penduduk Ranau. Jika Akmal tidak menyerahkan diri kepada tentara Jepang, maka Ranau dan semua wilayah di sekitarnya akan dibumihanguskan beserta penduduknya.

Pahlawan Akmal dan rekan-rekannya yang berprinsip ‘lebih baik mati terhormat daripada hidup di bawah naungan penjajah’ tidak langsung termakan provokasi tersebut. Namun pada akhirnya, Pahlawan Akmal terpaksa menyerah setelah rumahnya dikepung pasukan Jepang. Demi menyelamatkan keluarganya yang juga ikut terkepung, ia pun menyerahkan diri kepada Jepang.

Kedatangan Pahlawan Akmal kepada pasukan Jepang langsung disambut dengan hujan peluru. Namun ajaib, tak ada peluru yang mampu menembus tubuhnya. Berbagai cara pun dicoba Jepang untuk membunuh Jepang, mulai dengan tebasan senjata tajam, pembakaran, hingga dengan menyeret tubuh Akmal menggunakan mobil sepanjang jalan dari Ranau ke Baturaja. Namun konon, lagi-lagi Akmal tidak terbunuh. Jepang yang putus asa akhirnya memutuskan mengubur Akmal hidup-hidup.

Atas kegigihan dan pengorbanan hidup-mati Akmal, namanya pun kini dijadikan nama jalan protokol di Baturaja, Ranau dan Muara Dua bersama nama rekan-rekan seperjuangannya yang lain. Akmal meninggalkan seorang istri, enam orang anak dan satu anak yang masih dikandung oleh istrinya saat Pahlawan Akmal meninggal. Pahlawan Akmal juga meninggalkan bangunan yang kini dijadikan musholah dan Taman Pendidikan Alquran di Tanjung Jati, Warkuk Ranau Selatan, serta sebuah madrasah yang didirikannya di Desa Pagar Dewa.

Kesaksian Kamilah, Putri Bungsu Akmal

Lebih dari 70 tahun setelah Akmal gugur, putri bungsunya, Kamilah Akmal, kini meneruskan hidup di Kota Palembang. Saat ayahnya gugur, Kamilah masih berumur empat bulan dalam kandungan ibunya, Siti Robima Putri. Kamilah yang kini berusia 72 tahun mengaku bangga kepada ayahnya, meski mereka tak sempat bertatap muka.

Kamilah Akmal, putri bungsu Pahlawan Akmal yang kini tinggal di Palembang © Alan Nopriansyah, Sripoku.com

"Pada saat masa kecil saya dan saudara dibohongi ibu saat menanyakan di mana Ayah. Almarhum Ibu mengatakan bahwa Ayah masih melanjutkan sekolah di Jakarta. Hingga tamat SD, baru (kami) diberitahu kejadian sesungguhnya, (Ayah) tewas di tangan Tentara Jepang", tutur Kamilah, dilansir dari sripoku.com.

Kamilah yang kini telah pensiun, sebelumnya berprofesi sebagai perawat di RS. A.K. Gani, Palembang. Ia menikah dengan seorang dokter spesialis syaraf bernama Rahman dan dikarunia lima orang anak dan 15 orang cucu. Kamilah dan suaminya kini bermukim di Jl. Pasundan, Gang Wakaf No. 83 RT.27, Kelurahan Kalidoni, Kecamatan Sekojo, Palembang.

(sumber : sindonews.com; skalabraknews.com; sripoku.com)

Pilih Bangga Bangga 70%
Pilih Sedih Sedih 0%
Pilih Senang Senang 10%
Pilih Tak Peduli Tak Peduli 0%
Pilih Terinspirasi Terinspirasi 10%
Pilih Terpukau Terpukau 10%

Bagaimana menurutmu kawan?

Berikan komentarmu